25 June 2009

Survei LSI: JK Naik, SBY Turun, Mega Stagnan


JAKARTA, KOMPAS.com — Hasil survei elektabilitas pasangan capres-cawapres yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), 15-20 Juni 2009, menunjukkan temuan yang dinamis. Mega-Prabowo cenderung stagnan, SBY-Boediono menurun, dan JK-Wiranto mengalami kenaikan jika dibandingkan survei LSI pada akhir Mei.


Kendati demikian, SBY-Boediono masih menempati posisi teratas dengan 67 persen, Mega-Prabowo (16 persen) dan JK-Wiranto (9 persen). Pada survei akhir Mei, SBY-Boediono meraih 70 persen, Mega-Prabowo (16,4 persen), dan JK-Wiranto (7 persen).

Pada rilis LSI dipaparkan, jika dibaca secara konservatif, dengan margin of error 2,8 persen, dukungan SBY-Boediono 64 persen. Kenaikan JK-Wiranto, jika dibaca secara optimistis, elektabilitasnya mencapai 12 persen. Sementara itu, Mega-Prabowo, dengan pembacaan optimistis dengan margin of error 2,8 persen, dukungannya pada waktu survei sebesar 19 persen.

Dengan penurunan 3 persen dari survei terakhir, pasangan SBY-Boediono akan memperoleh elektabilitas 64 persen jika penurunan tersebut terjadi secara linier. Pasangan JK-Wiranto, dengan sisa waktu sekitar 20 hari menjelang pemilu, jika dibaca secara optimistis, diprediksi akan memeroleh 20 persen suara. Sementara itu, pasangan Mega-Prabowo, dengan pembacaan optimistis juga diprediksi memperoleh suara yang relatif sama dengan JK-Wiranto, 20 persen.

Survei yang melibatkan 2.000 responden ini dipilih dengan teknik multistage random sampling. Sampel akhir yang dapat dianalisis sekitar 99,5 persen atau 1.989 responden. Margin of error +/- 2,8 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen. Metode survei dilakukan dengan wawancara tatap muka.

Sumber : kompas.com

22 June 2009


Paris - Warga 'kota cinta' Paris, terpikat oleh pertunjukan gamelan dan angklung Indonesia di kawasan Jardin du Luxembourg (Taman Luksemburg, red).

Pada sesi interaktif, mereka bahkan antre ingin memainkannya bersama-sama pemain gamelan Indonesia.

Pertunjukan yang digelar pada 21/6/2009 sebagai partisipasi dalam acara Fete de la Musique (Hari Musik Dunia) itu merupakan hasil kerjasama KBRI Paris dengan Restoran Indonesia Paris dan didukung oleh Perkumpulan Pelajar Indonesia (PPI) setempat.


"Pada umumnya warga Paris sangat mengapresiasi pertunjukan bernuansa tradisional Indonesia, yang sangat unik jika dibandingkan dengan pertunjukan-pertunjukan lainnya," Sekretaris III Pensosbud Gustaf Sirait kepada detikcom, Senin sore kemarin.

Indonesia sengaja mengambil lokasi di lingkungan Restoran Indonesia Paris, di kawasan Jardin du Luxembourg, yang berdekatan dengan salah satu pusat acara dan konsentrasi massa Fete de la Musique.

"Diharapkan partisipasi Indonesia semakin menggugah keingintahuan masyarakat Paris akan kekayaan budaya dan wisata Indonesia," demikian Gustaf.

Fete de la Musique merupakan festival musikal tahunan yang dicetuskan oleh Menteri Kebudayaan Perancis Jack Lang (1982) dan digelar setiap 21 Juni.

Festival ini mengambil bentuk pertunjukan dan konser tanpa dipungut biaya, yang menampilkan berbagai genre musik oleh artis dan musisi, baik amatir ataupun profesional di berbagai tempat publik, seperti di area gedung pemerintahan, taman, dan jalan-jalan.

Sejak awal penyelenggaraannya, festival ini sukses sebagai sarana efektif bagi semua orang untuk mengekspresikan diri dalam berbagai jenis musik. Sekarang, festival ini telah menyebar ke lebih dari 100 negara di dunia.


Sumber : detik.com

06 June 2009

Guntur: Marhaenisme Bisa Hancurkan Neoliberalisme


Karawang - Putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra menyatakan paham neoliberalisme yang merugikan rakyat bisa dikalahkan oleh paham marhaenisme yang diajarkan Bung Karno. Guntur mengimbau warga Indonesia agar memegang teguh ajaran Bung Karno.

"Hakekat marhaenisme adalah gotong royong yang bisa menghancurkan paham neoliberalisme dan kapitalisme. Hanya inilah yang diwariskan oleh bUng Karno sepanjang massa," kata Guntur.


Hal itu disampaikan Guntur saat orasi politik di depan sekitar 100 ribu orang di acara peringatan Hari Ulang Tahun ke-108 Bung Karno di Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat, Sabtu (6/6/2009).

Menurut Guntur, ajaran marhaenisme adalah praktek ekonomi kerakyatan sosialisme di Indonesia. Paham marhaenisme merupakan paham yang dianut oleh orang yang tertindas seperti kaum buruh, petani dan nelayan.

"Kalau RI ingin berdiri tegak pegang teguh ajaran Bung Karno yaitu ideologi marhaenisme," tegas Guntur.
Suber : detik.com

01 June 2009

Awas Anas!!!

Oleh Pepih Nugraha

(kompasiana.com) Sengaja saya memberi judul seperti di atas, Awas Anas!!!, semata untuk menarik perhatian pembaca saja. Tidak juga dimaksudkan menggiring pembaca untuk memahami kalimat seru itu ke arah konotasi negatif. Saya akan bercerita mengenai sebuah nama yang perlu dicermati langkahnya dalam pentas politik saat ini sampai lima tahun ke depan: Anas Urbaningrum!

Kalau Anda jeli melihat televisi, akhir-akhir ini Anas sering tampil mewakili Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) baik selaku ketua dewan pembina Partai Demokrat (PD), mewakili PD itu sendiri, atau bahkan mewakili pribadi SBY. Siapapun yang boleh tampil atau tidak boleh tampil di pentas media massa nasional, tidak lepas dari setting interen partai atau bahkan preferensi SBY sendiri. Yang jelas, Anas akhir-akhir ini dominan tampil, menenggelamkan para pentolan partai lainnya, termasuk ketua umum partai Hadi Utomo, dan bahkan Andi Mallarangeng sendiri selaku sesama ketua partai.

Mengapa Anas?

Itu pertanyaan saya yang harus saya jawab sendiri.

Perkenalan saya selaku jurnalis dengan Anas Urbaningrum terjadi tahun 1997 ketika ia terpilih sebagai Ketua PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kebetulan pula, selain meliput partai-partai politik, saya juga mengikuti perkembangan ormas-ormas pemuda dan mahasiswa seperti KNPI, GMNI, PMKRI, dan tentu saja HMI. Saat pelantikan “kabinet HMI Anas”, saya juga hadir, sebuah “kabinet” yang saat itu terlalu bengkak dibanding ketua PB HMI sebelumnya, Taufik Hidayat. Rupanya Anas ingin mengakomodir berbagai kepentingan di “kabinet”-nya saat itu, bukan semata-mata pemborosan sumber daya manusia!

Persinggungan saya dengan Anas, pria kelahiran Blitar, Jawa Timur, 15 Juli 1969 itu saat kami sama-sama pergi ke Finlandia pada pertengahan tahun 1999, meliput proses Pemilu di negeri “Atap Eropa” itu. Selain saya dan Anas, berangkat juga Andi Mallarangeng, Eep Saefulloh Fatah, dan Muhaimin Iskandar. Dari situ saya tahu kapasitas Anas: brilian dalam berdiskusi perihal kebangsaan!

Lama saya tidak bertemu dengan lulusan S1 Fisip Unair 1992 dan Magister Ilmu Politik UI 2000, sampai kemudian saya melihat Anas sudah “menjadi orang” di pentas politik nasional. Terkhir saya bertemu Anas saat yang bersangkutan diuji di Komisi II DPR untuk menjadi anggota KPU, dan berhasil, sampai kemudian dia keluar dari KPU dan merapat ke PD. Anas terjun ke kancah politik praktis!

Kembali… Mengapa Anas?

Saya melihat, tidak sembarang SBY memajukan dan memberi panggung kepada Anas melebihi politisi-politisi lainnya di PD, termasuk “putra mahkota”-nya sendiri, Edhie Baskoro (Ibas). Apa sesungguhnya setting yang diperuntukkan bagi Anas baik oleh PD maupun SBY?

Pertama, Anas sudah pasti lolos dan melenggang ke Senayan sebagai anggota Dewan dari Dapil IV Jawa Timur mewakili PD. Selesaikah tugas Anas hanya semata menjadi anggota Dewan? Menurut saya tidak. Anas tidak semata selesai menjadi anggota Dewan atau “sekadar” ketua komisi bidang politik (Komisi II). Dalam pandangan saya, Anas di-setting Fraksi Demokrat sebagai Ketua DPR menggantikan Agung Laksono dari Golkar!

Realistiskah? Mengapa tidak!

Sebagai pemenang Pemilu Legiskatif 2009, wajar kalau PD lewat fraksinya di Dewan merebut kursi Ketua DPR. Maka, bakal ramailah kelak pemilihan memperebutkan Ketua Dewan ini. Lalu mengapa harus Anas? Saya share dengan pembaca, siapa kiranya politisi dari PD yang melebihi popularitas, kapabilitas dan kapasitas Anas? Maaf harus saya katakan, sampai saat ini saya tidak pernah tahu siapa Ketua Umum PD, kecuali googling terlebih dahulu! Lantas siapa lagi politisi di PD yang se-cool Anas dalam menjawab setiap pertanyaan pers dan dalam memahami setiap persoalan tingkat tinggi?

Memasang Anas sebagai Ketua DPR akan berarti pula terjadi pemecahan rekor sebagai Ketua DPR RI termuda, yakni saat berusia 40 tahun! Prestis sekaligus prestasi tersendiri bagi PD. Memang DPR punya Muhaimin Iskandar (PKB) yang juga politisi muda, tetapi itu ‘kan “hanya” Wakil Ketua!

Sebagai pemenang Pemilu, PD harus “mengamankan” jalannya parlemen agar selalu diupayakan mendukung atau sejalan dengan kebijakan pemerintah, dengan asumsi tentu saja SBY yang menjadi presidennya. Di mata saya, Anas sebagai politisi yang sudah teruji di organisasi-organisasi sebelumnya, akan bisa “mengamankan” jalannya Senayan yang sering panjang dan berliku dalam menyelesaikan satu persoalan!

Kedua, Anas bisa saja di-setting sebagai menteri, yakni Menpora menggantikan Adhyaksa Dault. Sepertinya dengan mudah SBY nanti menempatkan Anas di sini karena kapasitas dan kapabilitasnya. Tetapi menempatkan Anas di posisi ini rasanya kurang menguntungkan dan kurang strategis bagi PD maupun SBY. Yang diperlukan siapapun dari seorang Anas adalah tindakan taktis-praktis terkait mesin organisasi, juga pemikirannya yang bernas!

Ketiga, jika sudah tertempa sebagai Ketua DPR periode 2009-2014, saya melihat saat Pilpres 2014 nanti dimana Anas sudah berusia 45 tahun dan cukup matang, ia siap-siap menjadi kandidat Presiden RI 2014. Perhitungannya sederhana saja. SBY terpagari konstitusi yang hanya membolehkan presiden dua periode saja. Pada Pilpres 2014, SBY tidak bisa mencalonkan diri lagi.

Pertanyaannya, siapa calon Presiden 2014 dari PD?

Tentu saja bukan ketua umumnya yang sekarang. Memajukan tokoh muda yang sudah teruji sebelumnya dalam mengelola konflik mahatinggi di DPR, apalagi tokoh itu juga sudah berhasil merebut kursi ketua umum partai, adalah suatu keniscayaan.

Dan, tokoh itu tidak lain Anas Urbaningrum.

Sumber : bunganas.com